Kali ini gue dateng lagi mewartakan cerita seru tentang topik yang
gak akan jauh-jauh dari Sejarah. Bisa dibilang mungkin hampir semua dari
pembaca artikel blog ini adalah para pelajar Indonesia yang sejak kecil
belajar pelajaran sejarah sampe berbusa-busa tentang jatuh-bangunnya
kekuasaan politik maupun ekonomi di daerah geografis yang sekarang ini
kita namakan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sedemikian panjang
rentang sejarah Indonesia yang lo pelajari, pastinya gak asing dengan
satu tema besar yang biasanya diberi istilah "Masa Penjajahan Eropa di
Indonesia" dong?
"Masa Penjajahan Eropa di Indonesia" yang kemungkinan besar selama
ini lo denger adalah sebuah masa yang dilukiskan ketika Indonesia
mengalami kekejaman panjang karena Indonesia dijajah oleh bangsa-bangsa
Eropa, diambil kekayaan alamnya, diperbudak, didiskriminasi
habis-habisan, dirampas hak-nya, dlsb. Tapi betulkah seperti itu? Apakah
bener Indonesia itu dijajah sama Belanda 350 tahun? Apakah emang betul
bangsa-bangsa Eropa itu dateng buat menjajah tanah air kita yang kaya
dengan sumber daya alam?
Okay, pada artikel zeniusBLOG kali ini, gua mau kita kupas tuntas
tentang buanyaak pandangan-pandangan keliru seputar sejarah kependudukan
Eropa di wilayan Nusantara, yang sampai sekarang ini masih dipercaya
secara umum di Indonesia. Pandangan-pandangan keliru tentang sejarah
kependudukan bangsa Eropa di Indonesia ini, entah kenapa terus dipercaya
dari generasi ke generasi, disebutkan oleh orangtua, guru, pelajaran
sekolah. Sehingga gak heran kalau kekeliruan ini bahkan masih dipercaya
oleh mereka-mereka yang ngakunya sebagai kaum terpelajar.
Nah, sebagai para intelektual muda yang terpelajar dan juga
pemirsa setia zeniusBLOG, gua kepingin mengajak lo untuk bareng-bareng
mengevaluasi setiap informasi yang kita dapatkan (kali ini terkait
Sejarah bangsa kita sendiri lho!) berlandaskan data dari berbagai macam
sumber. Karena pada dasarnya, ilmu apapun yang lo pelajari, jangan
pernah ditelen mentah-mentah dari buku pegangan pemerintah maupun dari
omongan guru lo, tapi harus selalu juga lo tengok dari perspektif lain.
So, dalam artikel ini gua mau ngebahas beberapa
miskonsepsi/salah-kaprah/kekeliruan umum tentang sejarah kependudukan
bangsa-bangsa Eropa di Indonesia. Yuk langsung aja kita masuk ke bahasan
seru zeniusBLOG kali ini:
Salah Kaprah#1: Indonesia dijajah oleh Portugis
Nah, mungkin kebanyakan dari lo selama ini meyakini bahwa Portugis
adalah bangsa Eropa pertama yang dateng dan menjajah Indonesia. Nah,
dalam konteks ini, pertama-tama gua mau menekankan pada istilah
“dijajah”, dan juga “Indonesia” sebagai sebuah identitas politik.
Pertama-tama,gue mau nekenin bahwa sebelum Indonesia menyatakan
kemerdekaannya 17 Agustus tahun 1945, yang namanya “Indonesia” itu belum
ada men!
Terus ngapain juga coba Bangsa Portugis main jauh-jauh sampai ke kawasan kepulauan Asia Timur dan Asia Tenggara?
The nutmeg plant is native to Indonesia's Banda Islands. Once one of
the world's most valuable commodities, it drew the first European
colonial powers to Indonesia.
Nah sekarang kalo kita mau telaah apakah betul Portugis itu
"menjajah" wilayah Nusantara ini, kita perlu tau alesan sebetulnya
kenapa bangsa Portugis ini kok bisa nyasar sampai ke Kepulauan Asia
Tenggara? Emang niatnya buat ngejajah atau gimana?
Jadi gini cerita awal mulanya, jauh sebelum Bangsa Eropa melakukan
penjelajahan ke wilayah Asia, mereka udah bisa menikmati kekayaan alam
dari wilayah Asia, terutama rempah-rempah dari para pedagang Arab di wilayah Eropa Selatan. Dalam
kebudayaan Eropa, rempah-rempah dari Timur yang selama ini dihadirkan
oleh para pedagang Arab itu udah sangat melekat jadi kebutuhan bangsa
Eropa sebagai perpaduan jenis obat, pengawet makanan, bumbu masakan, dan
juga simbol status sosial. Rempah-rempah jadi simbol status sosial? Iya
beneran! Makanan pesta yang kaya rasa akan rempah-rempah dari Timur
(yang harganya selangit itu) jadi salah satu indikator gengsi dan status
sosial kaum ningrat Eropa.
Walaupun Bangsa Eropa udah menikmati kekayaan alam dari wilayah Asia,
mereka belum pernah tau secara persis sumber asalnya dari mana, mereka
juga gak pernah ambil pusing untuk pergi jauh-jauh dateng ke kawasan
tersebut karena jalur distribusi perdagangan jalan darat ke Eropa udah
oke dengan "perpanjangan tangan" dari India sampai ke Arab. Jadi
pengetahuan Bangsa Eropa tentang asal-usul rempah-rempah itu bisa
dibilang cuma samar-samar. Mereka hanya tau rempah-rempah itu berasal
dari kawasan kepulauan yang sangat jauh di wilayah Timur, tempat yang
begitu asing bagi mereka, begitu misterius dan rahasia.
Nah, situasi ekonomi dan jalur perdagangan rempah-rempah ke Eropa
yang aman dan nyaman selama ini berubah total gara-gara jalur dagang
darat ditutup oleh Kekhalifahan Utsmani, yang pada 29 Mei 1453 berhasil ngerebut kota Konstantinopel (Istanbul-Turki)
yang emang jadi pintu masuk para pedagang dari timur buat jual tuh
macem-macem rempah. Rempong dooong jadinya! Karena kebutuhan
rempah-rempah di Eropa tetap tinggi dan persediaanya makin menipis,
akhirnya Portugis dan Spanyol memutuskan untuk cari jalan lain ke sumber
rempah, yaitu melalui ekspedisi jalur laut.
Sisa reruntuhan benteng Portugis A Famosa di Malaka (wilayah Malaysia)
Sejak saat itulah Portugis menjadi salah satu pemain baru dalam
perekonomian dan perdagangan kawasan Timur Nusantara sampai akhirnya
tahun 1575 Portugis mutusin buat ninggalin monopoli di Nusantara ke
daerah Tiongkok dan Jepang karena wilayah Nusantara ini dinilai ga
strategis, kegedean, dan terlalu banyak persaingan dari pedangang lokal
maupun pedagang internasional.
Udah deh gitu doang pengaruh Portugis yang sempet mampir "sebentar"
ke wilayah kepulauan Asia Tenggara. Secara geografis, Portugis hanya
pernah menguasai jalur perdagangan Malaka dan Pulau Timor bagian
timur (yang notabene secara politis terletak di luar wilayah Negara
Indonesia). Hal paling signifikan yang dilakukan oleh Portugis hanyalah
ikut bermain dalam tatanan perdagangan Nusantara yang sebelumnya bebas
menjadi dimonopoli oleh pihak Eropa, serta penyebaran agama Katolik di
bagian timur wilayah Nusantara. Jadi kalo gua balik lagi ke pertanyaan:
apakah tepat kalo kita sebut Portugis pernah menjajah Indonesia? Coba lo
simpulkan dan evaluasi lagi berdasarkan berbagai sumber yah
Salah Kaprah #2: Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun
Oke, mungkin lo udah seriiing banget denger istilah " Dulu kita
dijajah sama Belanda selama 350 tahun! Terus setelah merdeka kita
dijajah sama bangsa sendiri". Nah sekarang balik lagi nih ke pertanyaan
semula, emang bener yah Belanda ngejajah Indonesia selama tiga setengah
abad? Belum lagi kata "menjajah" itu sendiri identik dengan kekejaman,
kerja paksa, perbudakan, dlsb. Apakah betul emang dulu Indonesia
mengalami penderitaan selama itu? Yuk kita bahas dulu!
Konferensi Meja Bundar Den Haag: August 23 - November 2, 1949
Pertama-tama, kita telusuri dulu kapan sih ada orang Belanda nongol
pertama kali di kepulauan ini? Oke, dari sumber sejarah yang selama ini
kita ketahuin kan namanya si Cornelis de Houtman
tuh, yang pertama kali nyampe ke Banten pada tanggal 27 Juni 1596. Kalo
aja penjajahan Belanda dianggep berakhir pas tahun 1949, pas
ditandatanganinnya Konferensi Meja Bundar,
berarti emang bener orang Belanda udah menjejakkan kaki di Indonesia
selama 353 tahun. Tapi bisa dibilang tepat ga tuh? Seperti yang elo
semua ketahuin, de Houtman dateng ke Kepulauan Nusantara sebagai penjelajah, bukan penjajah. Bahkan Perusahaan Perserikatan Hindia Timur atau Vereeningde Oost-Indische Compagnie
(VOC) aja belom didiriin pas dia berlabuh di Banten untuk pertama kali.
Jadinya moment pas pertama kali de Houtman dateng ke wilayan Nusantara
itu ga tepat dong kalo dibilang “ngejajah”.
Terus klo diambil dari tahun berdirinya VOC gimana? VOC didiriin
sejak 1602, enam tahun setelah ekspedisi de Houtman berhasil membukakan
jalan bagi penjelajah Belanda untuk melakukan aktivitas perdagangan di
Kepulauan Nusantara. Kalo kita itung sampe KMB, 1949, berarti total 347
tahun. Yaah hampir lah. Eitttss tapi jangan sampe lo lupa nih, VOC itu beda dengan Negeri Belanda.
VOC tuh bukan negara men, tapi cuma nama satu perusahaan doang. Kerjaan
VOC itu bukannya nguasain daerah, tapi nguasain perdagangan regional di
Hindia Timur. Ibaratnya kalau jaman sekarang industri otomotif kita
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Jepang seperti Toyota, Honda,
Suzuki, Yamaha, dll, itu bukan berarti negara kita dijajah sama Jepang
kan?
Walaupun VOC dibekali hak yg kita kenal sebagai “Hak Oktroi” atau hak
istimewa yang ngebolehin mereka bikin benteng, punya tentara, berhak
berdiplomasi, dsb, tetep aja mereka intinya sebuah perusahaan yang punya
dewan komisaris (Heeren Zeventien) dan direktur utama
(Gubernur Jenderal), bukanlah mewakili sebuah negara Belanda. Jadi dalam
konteks “Indonesia dijajah 350 tahun sama Belanda”, pendirian VOC juga
bukanlah momentum yang tepat, karena sekali lagi VOC itu cuma satu
perusahaan dagang doang, bukanlah negara Belanda.
Dalam konteks "menguasai" bisa dibilang VOC ga punya wilayah di Kepulauan Nusantara, selain Batavia dibangun sama Jan Pieterszoon Coen dari reruntuhan bandar Jayakarta.
Secara garis besar peran VOC dalam wilayan Nusantara ini hanyalah hak
monopoli dagang, yang bikin mereka dianggap sebagai “penguasa” lokal.
Tapi kalau dalam konteks "menguasai" teritori politik, raja-raja lokal
di Nusantara masih punya kekuasaan penuh sama daerahnya. Daaaan, yang
paling penting, daerah operasi VOC tuh ga seluas wilayah NKRI sekarang
lho. Cuma terbatas di Batavia sebagai markas, Banten sebagai salah satu
pelabuhan utama, Ambon-Banda sebagai daerah penghasil cengkeh dan pala,
Makassar dan sekitarnya untuk mengamankan jalur pengiriman rempah, dan
Priangan (Jawa Barat), sebagai tempat penanaman tanaman secara massal (Preanger stelsel).
Selain itu? Sebagian besar wilayah yang sekarang ini bernama Indonesia,
masih dikuasain raja masing-masing (Sultan Aceh, Sultan Mataram, Sultan
Gowa, Sultan Palembang, Sultan Banjar, dan Raja-raja Bali).
Okay, jadi apakah Negara Belanda sebetulnya gak pernah menjajah
Indonesia? Apakah justru jangan-jangan selama ini Indonesia malah
dijajah cuma sama satu perusahaan bernama VOC doang?
Terus jadinya kapan sih bener-bener dijajah sama Negeri Belanda?
Seperti yang kita ketahuin bersama, VOC akhirnya dibubarin tahun 1799
oleh pemerintahan Republik Batavia (nama Negeri Belanda pas itu), dan
diambil alih langsung sama pemerintahan republik sejak 1800. Sejak 1800
itulah nama daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan VOC diganti
jadi Nederlands Indie atau Dutch East Indies (dalam Bahasa Indonesia
disebut Hindia Belanda). Dan ini pun ga serta-merta menjajah seluruh
Indonesia yah. Dengan serangkaian perang dari tahun 1800 sampe tahun
1914, barulah Belanda bisa nguasain hampir seluruh daerah Indonesia
sekarang (kecuali bagian dalam Kalimantan, dan pedalaman Papua Barat). Jadi
yaa, yang bener itu Negara Belanda ngejajah Indonesia cuma dari 1914 -
1949, dengan masa istirahat karena penguasaan Jepang sejak 1942 - 1945.
Daan, totalnya berarti cuma 1949 - 1914 - 3 = 32 tahun!
Terus gimana ceritanya tuh muncul istilah dijajah sama Belanda selama 350 tahun?
Selidik punya selidik, pandangan ini nih bermula ketika Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge yang dulu jadi pimpinan di Hindia Belanda sejak 1931 berpidato di depan masyarakat Batavia sambil nyebutin: “Nederlanders zijn hier al 300 jaar geweest en we zullen nóg minstens 300 jaar blijven”,
yang artinya kira2: “Belanda udah ada di sini sejak 300 taun yang lalu,
dan tetep bakal ada di mari 300 taun ke depan!”. Udah tentu doong, klo
diliat dari tahun pas dia mimpin, pidato ini sengaja ditujuin buat bikin
jiper para tokoh-tokoh pergerakan nasional yang lagi
semangat-semangatnya menggalang kekuatan rakyat nusantara. Hehehe. Jadi
sekarang masih mau percaya omongan Gubernur Jenderal de Jonge atau fakta
sejarah?
Salah Kaprah #3: Siasat divide et Impera sering digunakan buat memecah belah Rakyat Indonesia
Buat lo yang gak tau divide et impera, itu bukan nama mantra sihir dalam Harry Potter yah. Divide et Impera itu
sebuah taktik politis "adu domba" untuk memecah belah sebuah wilayah
besar, hingga akhirnya terpecah jadi beberapa bagian kecil, untuk
kemudian lebih mudah dikuasai. Nah, dalam konteks ini banyak orang yang
masih berpikir bahwa para "penjajah dari Eropa" ini, dengan liciknya
menggunakan taktik divide et impera untuk memecah belah rakyat Indonesia.
Nah, sekarang pertanyaan gua adalah : Rakyat Indonesia yang mana yang
dimaksud? Tapi kenapa istilah “divide et impera” ini bener-bener santer
banget yah didengungin sejak kita kecil? Dalam konteks ini, gua gak
sepakat dengan pernyataan bahwa siasat ini sering digunakan untuk
memecah belah rakyat Indonesia. Alesannya ya simpel, lagi-lagi ya karena
pas jaman segitu emang belum ada rakyat Indonesia yang bersatu!
Boro-boro kenal istilah Indonesia, ngerasa sebagai satu kesatuan aja ga
ada. Kita yang lahir setelah kondisi politik di Indonesia dan dunia ini
relatif stabil emang biasanya susah untuk mandang bahwa seratus tahun
yang lalu itu, kondisi geopolitis di dunia ini ga kaya sekarang gini.
Apalagi 300 tahun lalu dong, pas VOC mulai menancapkan pengaruh
perdagangannya di Kepulauan Nusantara. Mana ada yang disebut “persatuan
Indonesia”.
Pertanyaannya sekarang, apakah waktu Kesultanan Banten sedang perang
dengan Kesultanan Palembang di akhir abad 16 dan awal abad 17, VOC
melakukan divide et impera? Ya nggak, kedua kerajaan itu emang kepisah
kok. Apanya yang pecah-belah? apanya yang diadu-domba? Pas Kaum Adat dan
Kaum Paderi saling perang, apakah Belanda melakukan divide et impera?
Ya nggak, kedua kaum itu emang kepecah sebelum Belanda ngelakuin
intervensi demi mengamankan aset-asetnya di Sumatera Barat. Ketika Bone
ingin melepaskan diri dari “penjajahan” Kesultanan Gowa, apakah Belanda
melakukan siasat divide et impera? Lagi-lagi nggak, karena emang dua
entitas kerajaan itu emang selalu berseteru. Alih-alih ngelakuin divide
et impera, VOC dan Hindia Belanda lebih bersifat sebagai katalis dalam
semua konflik yang ada di Kepulauan Nusantara waktu itu. Keberpihakan
Belanda sangat menentukan pihak mana yang akhirnya menang perang.
Tapi apakah Belanda ga pernah sama sekali melakukan siasat divide et
impera selama berkuasa di Nusantara? Nah, khusus hal ini, emang pernah
kejadian beberapa kali. Tapi untuk jangka waktu kependudukan ratusan
tahun, siasat ini bisa dibilang jarang banget dipakai, yaitu cuman tiga
kali:
Sewaktu ngebelah Kesultanan Mataram jadi 4
bagian, Kesultanan Yogyakarta, Kesunanan Surakarta, Puri Mangkunegaran,
dan Puri Pakualaman, pada perjanjian Giyanti, 13 Pebruari 1755. Walaupun
ini juga ga bisa dibilang Belanda yang punya niat. Para
pangeran-pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I) dan Sambernyawa
(Sri Mangkunegara I) emang awalnya ngeberontak sama Sunan Pakubuwana III
sebagai raja Mataram yang sah, dan Sambernyawa ga pernah dilibatin sama
proses penyusunan Perjanjian Giyanti.
Sewaktu Snouck Hurgronje memetakan pola sosiologis masyarakat Aceh,
yang sangat berguna buat memecah belah masyarakat Aceh dan
ujung-ujungnya menangin perang Aceh yang mana Belanda ga menang-menang
dan udah rugi banyak secara finansial.
Sewaktu pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan Undang-undang Indische Staatsregeling
(ISR) pada tahun 1926. Pasal 163 dalam undang-undang tersebut nyebutin
bahwa warga Hindia Belanda dibagi jadi tiga golongan, yaitu 1) golongan
Eropa dan Jepang, 2) golongan Timur Asing, serta 3) golongan Bumiputera.
Oke, jadinya sekarang ngerti dong yah, bahwa ga setiap tindak-tanduk
VOC dan Hindia Belanda selama di Nusantara ini bersifat divide et
impera. Buat lebih jelasnya lagi, mungkin bisa lo telusurin
artikel-artikel menarik tentang divide et impera (atau divide and rule)
di berbagai sumber.
Salah Kaprah #4: Penjajah dari Eropa selalu menyengsarakan masyarakat Indonesia.
Jika kita bicara tentang kependudukan bangsa Eropa di daerah
kepulauan Nusantara ini, kemungkinan yang terbersit di kepala lo adalah
hal-hal negatif yang dialami "bangsa Indonesia" pra-kemerdekaan.
Katakanlah, sepotong cerita tentang kediktatoran Herman Willem Daendels,
seorang gubernur jendral Hindia Belanda tahun 1808-1811 yang seringkali
dicitrakan sebagai manifestasi dari kekejaman. Mulai dari kerja rodi
lah, pembangunan jalan raya Daendels yang ngabisin ribuan nyawa lah,
sampe sistem pengadilan kelilingnya yang ga pandang bulu main
hukum-hukum aja orang-orang pribumi yang bersalah. Tapi masalahnya,
apakah jika kepemerintahan Daendels yang sewenang-wenang ini seolah-olah
merefleksikan hubungan dari kependudukan Bangsa Eropa di wilayah
Nusantara selama ratusan tahun? Sementara di sisi lain, kita mengenal Sir Thomas Stanford Raffles yang seringkali
dielu-elukan karena karyanya dalam membangun Kebun Raya Bogor, nemuin
Candi Borobudur, nemuin bunga Rafflesia Arnoldi, pengubahan sistem pengelolaan tanah (landrente) yang lebih nguntungin kaum pribumi yang punya tanah, dsb.
Penemuan dan pembangunan kembali Candi Borobudur
Dalam konteks ini, sebetulnya gua pengin lo semua melihat jaman
kependudukan bangsa Eropa di wilayah kepulauan Nusantara dari sisi yang
lain, bukan serta-merta kulit luar yang dengan gampangnya men-cap
keterlibatan Bangsa Eropa dalam sejarah Indonesia pra-kemerdekaan
sebagai "bangsa penjajah, kumpeni, diktator, pengeruk kekayaan negeri,
penyengsara rakyat, dan semacamnya". Sebaliknya, ada banyak banget
warisan dari bangsa Eropa, baik Belanda maupun Inggris yang manfaatnya
masih terasa sampai sekarang ini. Yang bahkan bisa dibilang, peran serta
mereka selama ratusan tahun, berkontribusi banyak dalam membangun
karakter dan tatanan fundamental dari Bangsa Indonesia.
Contohnya dari mulai hal yang paling sederhana, yaitu pembangunan
secara fisik deh, seperti infrastruktur sipil, rumah, jembatan, kanal.
Jalan Raya Daendels, rel kereta sepanjang Pulau Jawa, Sumetera,
Sulawesi, dll. Pendidikan K12 (12 tahun ajaran) yang hampir semua lo
alami sendiri dari SD - SMP - SMA yang merupakan adaptasi dari HIS -
MULO - AMS yang relatif bebas untuk semua kalangan (tanpa batasan sistem
kasta seperti yg dialami India yang dijajah Inggris). Belum lagi dari
segi hukum, mungkin selama ini lo gak sadar kalo kita mewarisi sistem
peradilan dan kodeks Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP) juga dari
Belanda. Dari tatanan administrasi politik, kita juga berhutang-budi
pada Belanda mempercayakan para bangsawan untuk jadi pemimpin residen,
yang akhirnya kita kenal sekarang dengan istilah Kabupaten.
Jalan Raya Pos (Anyer-Panarukan) masa pemerintahan H.W Daendels
Terakhir adalah hal yang paling penting dari semuanya adalah: rasa
kebersatuan kita sebagai satu wilayah geografis yang akhirnya bernama
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalo bukan karena hubungan
dagang, ekonomi, serta tatanan sosial yang dikembangkan oleh
bangsa-bangsa Eropa selama ratusan tahun, bisa jadi Negara bernama
Indonesia tidak pernah terbentuk. Atau mungkin wilayah
geografis kepulauan dari Sabang sampai Merauke yang kita sekarang kita
kenal bernama Indonesia ini malah terbentuk menjadi beberapa negara
sendiri-sendiri, bisa-bisa yang muncul tuh Kesultanan Aceh Darussalam,
Kesultanan Jawa Mataram, Republik Banten, Republik Demokratik Borneo,
Republik Rakyat Tapanuli, dll. Nah lho, apa lo pernah kepikiran hal itu
sebelumnya? Jadi kalo kita kembali pada pernyataan bahwa "Bangsa Eropa menjajah Indonesia dan menyengsarakan rakyat Indonesia selama ratusan tahun" itu
terlalu cetek banget yah. Pengalaman para leluhur kita dengan bangsa
Eropa selama ratusan tahun sangatlah dinamis dan juga kompleks,
rasa-rasanya naif sekali kalau kita menyimpulkan fakta sejarah hanya
dari satu atau dua sisi saja. Makanya kita perlu terus mengkaji serta
mengevaluasi pemahaman kita akan segala sesuatu, termasuk juga tentang
sejarah negara kita sendiri.
0 komentar
Post a Comment